Aku Melihat bahwa pada dasarnya segala jerih payah dan keberhasilan orang didorong oleh perasaan iri hatinya [Pengkhotbah 4:4]
Kehidupan setiap orang didorong oleh sesuatu. Ada ratusan kondisi, nilai, emosi yang bisa mendorong kehidupan.
5 pendorong yang paling umum adalah:
- Rasa Bersalah
- Kebencian dan Kemarahan
- Rasa Takut
- Materialisme
- Kebutuhan akan Pengakuan
1. Rasa Bersalah
Berlari dari rasa penyesalan dan menyembunyikan rasa malu. Mereka yang didorong oleh rasa bersalah dimanupulasi oleh ingatan-ingatan. Membiarkan masa lalu mengendalikan masa depan mereka; dan tanpa disadari mereka seringkali menghukum dirisendiri dengan merusak keberhasilan mereka sendiri.
Kita memang produk dari masa lalu kita, tetapi bukan berarti kita harus menjadi tawanan masa lalu kita. Tujuan Allah kepada kita lebih besar dan tidak dibatasi oleh masa lalu kita. Dia mampu melakukan hal-hal ajaib dalam sisa hidup kita, Dia ahli dalam memberi suatu awal yang baru bagi kita.
2. Kebencian dan Kemarahan
Mempertahankan kepahitan dan tidak pernah sembuh dari luka-luka yang dihasilkan. Bukannya melepaskan penderitaan melalui pengampunan, tapi sebaliknya mereka mengulanginya berkali-kali dalam pikiran mereka. Sebagian dari mereka bersikap "bungkam" menyimpan sendiri kemarahan mereka dan sebagian lainnya bersikap "amat marah" mencetuskan kepada orang lain. Kedua sikap itu tidaklah sehat dan tidaklah berguna.
Harus diingat, kebencian selalu lebih melukai kita ketimbang orang-orang yang kita benci. Mungkin mereka telah melupakan apa yang mereka perbuat kepada kita dan melanjutkan hidupnya; tapi kita masih mengabdikan masa lalu sehingga terus dipenuhi oleh penderitaan. Kita melukai diri kita sendiri dengan menyimpan kepahitan-kepahitan itu. Tidak ada yang dapat merubahnya selain kita sendiri. Demi diri kita, belajarlah dari masa lalu dan jangan mengingatnya lagi. Alkitab berkata, "Hanyalah orang bodoh saja yang mati sebab sakithatinya."
3. Rasa Takut
Ketakuatan yang mungkin diakibatkan dari pengalaman traumatis, harapan-harapan yang tidak masuk akal, bertumbuh dalam keluarga yang keras, atau bahkan genetik. Apapun penyebabnya, mereka yang didorong oleh rasa ketakutan sering kali kehilangan kesempatan-kesempatan besar karena mereka takut untuk menanggung resiko.
Ketakukan adalah penjara yang dibangun oleh diri sendiri yang menghalangi kita untuk menjadi seperti yang Allah inginkan. Kita HARUS melawannya dengan senjata iman dan kasih. Alkitab berkata, "Di dalam kasih tidak ada ketakutan: kasih yang sempurna melenyapkan ketakukan; sebab ketakutan mengandung hukuman dan barangsiapa takut, ia tidak sempurna di dalam kasih."
4. Materialisme
Keinginan untuk memiliki menjadi sasaran utama dalam kehidupan karena didasari oleh kesalah pahaman bahwa memiliki lebih banyak akan membuat orang lebih bahagia, lebih penting, dan lebih aman. Ketiga gagasan itu tidaklah benar! Semua itu hanya bersifat sementara dan hanya mitos yang mengatakan bahwa jika kita mendapatkan/memiliki lebih banyak, kita akan menjadi penting.
Nilai diri kita tidaklah sama dengan nilai dari apa yang kita miliki, kita perlu catat itu! Nilai kita tidak ditentukan oleh barang-barang berharga yang kita miliki; dan Allah berfirman bahwa hal-hal yang paling berharga dalam kehidupan bukanlah barang-barang! Rasa aman yang sesungguhnya hanya bisa ditemukan di dalam sesuatu yang tidak bisa diambil dari kita, yaitu hubungan kita dengan Allah kita.
5. Kebutuhan akan Pengakuan.
Mencoba menyenangkan orang lain dan membiarkan harapan-harapan orang-tua, pasangan, anak, teman atau orang lain mengendalikan kehidupan mereka. Selalu kuatir dengan apa yang orang lain akan pikir.
Berusaha menyenangkan orang lain adalah salah satu kunci menuju kegagalan dan dikendalikan oleh pendapat-pendapat orang lain adalah cara yang pasti kehilangan tujuan-tujuan Allah bagi kehidupan kita. Yesus berkata, "Tak seorangpun dapat mengabdi kepada dua tuan."
Ada kekuatan-kekuatan lain yang bisa mendorong kehidupan kita, tetapi semuanya tidak akan membawa kita kepada kebahagiaan; semua itu hanya membawa kita ke jalan yang buntu: potensi yang tidak digunakan, rasa tertekan yang tidak perlu dan kehidupan yang tidak memuaskan.
Tidak ada hal yang lebih penting daripada mengetahui tujuan-tujuan Allah bagi kehidupan kita, dan tidak ada yang bisa mengantikan kerugiannya jika kita tidak mengetahui tujuan-tujuan tersebut. Tanpa suatu tujuan, kehidupan tidak akan berarti.
No comments:
Post a Comment