Saturday, August 2, 2008

Bayi Prematur-ku

Terjemahan ~ Tulisan asli tgl 23 Mei 2007

Masih jelas diingatanku, hampir 10 tahun lalu, ketika aku mengandung anakku yang ke dua, sore itu setelah kembali dari bekerja, air ketubangku pecah. Hal ini juga terjadi pada anak pertamaku, karna itu aku sudah mengetahui apa yang akan terjadi; mestipun memang belum saatnya; kemudian aku menghubungi dokter, Dr. Sudibyo, dan beliau menyuruhku untuk segera ke rumah sakit. Masalahnya adalah, tidak ada yg membawa aku ke sana, suamiku (saat itu) sedang dalam perjalan bisnis ke lokasi dimana aku tidak dapat menghubunginya, dan mamaku sedang berlibur ke Amerika; lalu aku menghubungi teman-keluarga kami, tapi dia belum tiba di rumahnya, lalu aku coba menghubungi temen-temenku yang lain.

Disaat aku sedang menunggu, aku membersihan diriku dan menyiapkan segala kebutuhan yang aku perlukan. Setengah jam kemudian teman-keluarga kami menghubungi, dia telah menduga sesuatu pasti terjadi karna aku telah menghubunginya berkali-kali. Dengan segera dia menjemput aku dan membawaku ke rumah sakit, dan salah satu sahabatku bersama suaminya telah menunggu aku di sana.

Suamiku (saat itu) sangat terkejut ketika mendengar beritanya, pas saat dia tiba di darmaga. Tanteku, yang juga sedang berlibur dengan mamaku, menghubungi dokterku untuk mencari tahu apa yang sebenarnya terjadi dan menanyakan apa yang akan di lakukan, karna dia melikat kakaknya begitu diam dan kuatir.

Sebenarnya belum waktunya bagi bayiku untuk lahir sampe beberapa minggu lagi, kandunganku baru berumur 32 minggu; bayiku belum cukup umur untuk di lahirkan, oleh karna itu dokter menyuruhku untuk beristirahat penuh selama 3 hari; sambil memberi suntikan dan obat-obatan untuk membuat bayiku lebih kuat. Malam sebelum operasi cessar, dokter datang menemui kami dan menjelaskan semua kemungkinan yang dapat terjadi dan apa yang akan di lakukan, dan juga meminta izin kami untuk dapat melakukannya. Dokter juga memberitahukan bahwa dia akan memanggil Prof. Dr. Monintja, spesialis baby premature, untuk membantu bayi kami stelah lahir; karna dua minggu lalu ada kejadian yang sama, tapi bayi itu tidak terselamatkan. Setelah mendengar semua penjelasan, kami hanya bisa berdoa agar semuanya dapat berjalan dengan baik dan aku tau… mereka akan melakukan yang terbaik untuk aku dan bayiku.

Aku menyadari kehamilanku ini berbeda dengan yang pertama. Tidak seperti kakaknya, Dimi, yang begitu tenang saat didalam kandungan, yang kadang-kadang membuat aku kuatir dan memintanya untuk bergerak atau memberi tanda bahwa dia baik-baik saja; yang ini (bayi keduaku) sangan aktif, banyak bergerak dan menendang, ini menyebabkan ari-arinya melilit lehernya dan dia tidak pada posisi yang seharusnya, kepalanya berada diatas; tidak ada pertanyaan, operasi harus dilakukan untuk kelahirannya. Aku rasa dia sudah tidak betah berlama-lama dalam kandungan, dia hanya ingin cepat keluar untuk melihat orang tua dan kakaknya; tapi dia tidak tau jalan keluarnya :) Kami telah mengetahui bahwa kami akan mendapatkan bayi laki-laki lagi, karnanya daddynya telah menyiapkan nama untuknya: Aristotelis Justin Balaskan (Telis).

Jumat pagi, 15 Agustus, 1997, aku dibawa ke ruang operasi; aku tidak tau apapun dan apa yang terjadi, sampai daddynya memberitahuku. Bayi kami tidak menangis! Berapa jam kemudian, dokter memberitahu apa yang benenarnya terjadi dan apa yang telah dilakukan untuk menyelamatkannya. Setelah lahir, mereka membiarkan Telis untuk bernafas sendiri, tapi paru-parunya tidak dapat mengembang; karna itu, mereka memutuskan untuk memberi suntikan sufactam (dua suntikan) langsung ke paru-parunya guna membantu mengembang. Kondisinya tidak terlalu baik, kuning dan memerlukan tranfusi darah, dan juga harus di taruh di ingkubator.

Keesokannya, ketika aku telah bisa berjalan, dengan semua sakit yang masih ada, langkah demi langkah, pelan-pelan aku menggerakan kakiku menuju ke tempatnya dan aku melihat Telis untuk pertama kalinya. Dia begitu lemah dan kecil, berat hanya 2 kg. Dengan alat bantu pernafasan melalui hidungnya, jarum infusan pada tangan mungilnya dan semua peralatan medis disekeliling tubuh kecilnya, dia berbaring sendiri tidak mendapatkan pelukan, ciuman dan tidak ada yang mengendongnya, hanya kehangatan ingkubator. Aku berdiri dekat dengannya, dengan lembut aku usap tangan mungilnya dan mengatakan padanya betapa aku menyayanginya, betapa aku ingin dia berjuang dan menjadi baik, agar dia bisa pulang bersama kami.

Ketika dokter datang, mereka memberitahu kami bahwa disaat Telis lahir, mereka telah melakukan segala hal yang mereka bisa lakukan untuk membantu Telis dapat hidup, tapi mereka tidak dapat memberi jaminan apapun, tidak ada kejelasan hal buruk yang mungkin bisa terjadi padanya dimasa depannya; dan kami harus siap dengan segala kemungkinan, termasuk yang paling buruk sekalipun.

Di hari ke tiga, disaat aku sedang mengunjungi Telis, kondisinya tiba-tiba memburuk. Perawat-perawat mencoba menolongnya, tetapi tidak ada kemajuan, lalu mereka memanggil dokter; dalam sekejap, keadaan menjadi tegang. Kami tidak dapat melakukan apapun, kami hanya berdiri diluar ruangan mencoba untuk tenang, sambil melihat mereka yang berusaha untuk menstabilkan kondisi Telis. Aku bertanya pada daddy-nya “Apa yang terjadi?” ia menjawab: “Aku tidak tau, ini juga terjadi saat pagi tadi.” Melihat semua peralatan yang telah di siapkan untuk menolongnya, termasuk alat pompa jantung, aku merasa tak berdaya dan bertanya pada diriku, bagaimana mungkin tubuh bayi kecilku dapat menerima itu? Saat itu, aku berserah dan berkata: “Tuhan… jika Engkau ingin mengambilnya, ambillah! Tapi jika Engkau percaya aku bisa merawatnya, tolong… kasih aku kesempatan itu.” Tidak lama setelah itu kondisi Telis membaik dan terus membaik; kejadian itu tidak pernah terjadi lagi.

Setelah 3 minggu berjuang untuk hidupnya didalam ingkubator; hari kemenangan itu akhirnya datang. Kami akhirnya bisa membawa Telis pulang untuk bisa bergabung dengan keluarganya yang telah lama menunggu dia. Tubuh yang kecil, tangan kakinya yang mungil membuat aku tidak berani mengendongnya; disaat dia berada dalam dekapan omanya, dia membuka matanya yang bundar besar dan memberi pandangan yang hangat. Aku sangat bersyukur Tuhan telah memberi aku kesempatan untuk merawatnya dan itulah awal perjalanan dari apa yang telah Tuhan percayakan pada aku.

Secara fisik, Telis tumbuh hampir seperti bayi normal lainnya, hanya saja satu kakinya lebih pendek dari yang satunya, dan dia merespon sangat baik saat kami memangilnya atau bermain dengannya; namun, karna kelahirannya yang premature, dia mempunyai organ dalam yang tidak sempurna, seperti: ada kelainan pada paru-parunya, asma, lubang pada jantungnya dan 3 hernia; tapi semua itu tertutup dengan senyumnya yang menawan. Ketika kami bertanya apakah perlu dilakukan operasi padanya, Dr. Monintja, dengan kata bijaknya, dia menjawab: “Tunggu dan lihat saja dulu, akan lebih baik jika kita minta pada yang Atas untuk kesembuhannya daripada operasi.”

Waktu berjalan, dan kami melihat bahwa Telis agak lamban dalam perkembangannya dan tidak terlalu tertarik dengan televisi atau aktifitas lain yang biasanya tertarik bagi anak-anak seumurnya; pertama-tama kami berfikir, itu hal yang normal untuk bayi prematur, tapi kami salah. Prematur atau tidak, bayi adalah bayi, mereka harus tumbuh sesuai jalurnya, jika tidak, itu bisa berarti sesuatu mungkin ada yang salah dan dibutuhkan tindakan.

Lalu dokter memberi rujukan untuk memeriksakan mata Telis ke Dr. Rini, hasilnya ternyata penglihatannya +5 seperti orang yang sudah lanjut usia; ini menerangkan kenapa dia tidak terlalu tertarik dengan televisi, karna dia tidak bisa melihat dengan jelas. Kemungkinan Telis akan membutuhkan kacamata untuk membantu penglihatannya, tapi untuk sementara dokter memberikannya vitamin guna meningkatkan penglihatannya dan Telis harus melakukan beberapa test untuk mata dan otaknya. Hasil dari EEG (untuk mata) report: bola matanya tidak bergerak secara seimbang. ERG report: Mata kanannya lebih lemah dibanding mata kirinya. CT-Scan report: otak kirinya lebih kecil dari otak kanannya, ini mempengaruhi motorik skill-nya dan dibutuhkan terapi untuk meningkatannya. Dr. Rini mengundang aku untuk menghadiri pertemuan orang tua yang mengalami permasalah yang sama, beliau mempersiapkan kami untuk kemungkinan terburuk yang mungkin dapat terjadi seperti kebutaan.

Walaupun Telis tumbuh seperti anak normal lainnya, tapi dia masih belum dapat berjalan sendiri, kami membawanya ke Dr. Subroto, tahun 2000 Telis mengalami operasi pada bagian tendonnya, di kedua kakinya, guna membuat kakinya dapat menapak dengan baik. Di tahun 2004 dia mengalami operasi lagi untuk lazy eye-nya. Guna melihat perkembangannya, dokter juga mengusulka untuk melakukan test IQ, hasilnya tidak tertalu bagus, dan dinyatakan dia tidak dapat belajar pada sekolah biasa, dan harus ke sekolah luar biasa.

Aku menerima semua tentang Telis dengan cukup baik, aku tidak mengeluh, aku hanya berterima kasih karna memilikinya. Aku ingat saat pertama kali membawanya ke terapi… aku tidak boleh untuk tidak berterima kasih mengetahui bahwa bayiku masih sangat lebih baik, masih banyak orang tua yang harus mengalami situasi yang lebih berat dibanding diriku dan aku berdoa untuk mereka agar mereka mendapatkan kekuatan yang extraordinari. Anak-anak seperti anak kami adalah special, jika Tuhan mempercayakan kami untuk memiliki mereka, itu berarti kami hanya berbeda dan ada sesuatu yang lebih tentang kami di mata Tuhan.

Lalu… apa yang terjadi dengan Telis sekarang?
Anda bercaya dengan muzizat? Yaa… muzizat memang nyata, untukku ada berapa macam jenis muzizat: “muzizat” – MUZIZAT – MUZIZAT MUZIZAT

Telis… adalah muzizat hidup untuk aku dan keluargaku. Dia hampir 10 tahun sekarang, anak yang sangat sehat, paru-parunya telah membaik, asmanya tidak menggangunya lagi, lubang di jantungnya telah tertutup sendiri dan juga hernia-hernianya. Penglihatannya membaik dan dia tidak perlu menggunakan kaca mata. Dia sekarang kelas 3 sekolah dasar di sekolah national plus dan dia dapat berbicara dalam 3 bahasa: Indonesia, English dan Chinese.

Mestipun dia masih menggunakan alat bantu (walker) untuk berjalan… tapi itu bukan berarti dia tidak akan bisa berjalan; satu hari dengan keinginan Tuhan muzizat itu akan terjadi. Kami tahu Telis tidaklah normal seperti anak-anak lainnya, tapi kami memperlakukan dia tidak berbeda; kamu membangun konfidennya agar dia dapan menghadapi dunia ini tanpa ada rasa takut.

Kesempatan yang Tuhan telah berikan kepada aku, bukan hanya menambah kebahagiaan tapi juga memberi pelajaran hidup bagi aku. Kelahiran Telis membuat aku menjadi orang yang lebih baik dengan memperbolehkan aku untuk melihat, menerima dan memahami semua perbedaan dan extra ability di setiap manusia; dan perjalanan dengan dia membuat aku dapat lebih mengerti arti menyerah, bersyukur dan kasih; semua itu adalah muzizat yang Tuhan berikan padaku.


Ps: Trima kasih Tuhan untuk kesempatan dan opportuniti. Trima kasih untuk smua dokter, perawat dan lainnya yang teleh merawat anakku. Trima kasih mom, mba Fifa, Iyam (suster Telis), family & teman-teman yang selalu ada untuk aku dan anak-anakku. Love you all.

2 comments:

  1. semua orang punya jalan hidup masing-masing. tapi aku salut krn jenny bisa melaluinya dengan tabah. sehingga itu membuat jenny menjadi lebih kaya akan pengalaman, sehingga jenny menjadi lebih bijaksana dalam menjalani hidup

    ReplyDelete
  2. Trima kasih Rasta buat commentnya.
    Trima kasih jg dah jadi temen aku, tempat aku berbagi buat hal2 yang aku hadapi. Tuhan memberkati.

    ReplyDelete